“D
E F L A S I”
BAB
I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah
proses kenaikan output perkapita
yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan.
Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan.
Sedangkan
pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan
jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan,
penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Salah satu Pengaruh dari
pertumbuhan ekonomi adalah tingkat Deflasi.
DEFLASI.
Istilah ini tiba-tiba banyak dibicarakan kalangan ekonomi dunia. Katanya,
negara-negara maju dirundung deflasi? Apa implikasinya? Bagaimana
konsekuensinya? Bagaimana pula hal ini akan berdampak terhadap perekonomian
dunia.
Fenomena
deflasi di negara-negara maju membawa kekhawatiran tertentu terhadap kinerja
perekonomian dunia. Jepang membuktikan, deflasi menyebabkan kredit macet
raksasa di sektor perbankan. deflasi tidak selalu identik dengan cerita seram.
Kisah sukses ekonomi Cina saat ini, ternyata berasal dari deflasi. Tekanan
jumlah penduduk dan rendahnya pendapatan per kapita, merupakan jalan tol menuju
deflasi yang selanjutnya menjadikan ekspor negara itu berkembang pesat.
b. Tujuan.
Adapun tujuan dari
pengangkatan judul ini adalah :
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Deflasi.
2.
Untuk mengetahui sejarah Deflasi.
3.
Untuk mengetahui Penyebab Deflasi.
4. Untuk mengetahui penanggulangan
Deflasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
Deflasi adalah suatu periode dimana
harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah.Deflasi adalah kebalikan
dari inflasi.
Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat,
maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Salah satu cara
menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga.
A. Suku Bunga
Ekonomom
INDEF Fadhil Hasan menilai, deflasi bulan ini akan membuka ruang bagi Bank Indonesia
untuk kembali menurunkan suku bunga yang akan memicu penguatan rupiah.
Menurut
Fadhil, penguatan nilai tukar rupiah tersebut bisa membuat penurunan nilai
ekspor Indonesia,
karena harga barang yang diekspor jadi lebih mahal jika diukur dengan mata uang
asing.
BPS
menyebutkan nilai ekspor Indonesia di awal tahun ini mencapai 25,86 miliar
dolar atau meningkat sekitar 15 persen jika dibandingkan dengan angka tahun
lalu.
Sementara
suku bunga Bank Indonesia
saat ini tercatat pada posisi 9 persen. Namun, Bank Indonesia diperkirakan akan menjaga
nilai tukar rupiah pada kisaran 9 ribuan, angka yang dianggap nyaman bagi
Eksportir maupun Importir.
Ekonomi
yang dijangkiti penyakit deflasi akan menunjukkan gejala-gejala: harga-harga,
gaji dan upah yang menurun. Dalam ekonomi yang mengalami deflasi jangan
mengharapkan kenaikan (penyesuaian) gaji. Kalau ada yang disebut penyesuaian
gaji maka artinya penurunan gaji. Tentu saja dalam sejarah hidup anda mungkin
anda tidak pernah mengalaminya. Apa lagi kalau yang anda lihat hanya Indonesia.
Tetapi bisa juga anda tidak mengamatinya dengan cermat.
B.
Sejarah Deflasi
Deflasi
didahului oleh masa ekspansi kredit yang besar dan masa boom ekonomi. Seperti
biasanya, ekspansi kredit di samping untuk peningkatan konsumsi, juga akan
berujung di peningkatan aktifitas-aktifitas spekulasi, mal-investement.
Akibatnya akan terjadi bubble, penggembungan harga pada objek yang
dispekulasikan. Objek yang dispekulasikan yang bisa real-estate, bisa pula
saham, atau apa saja. Proses spekulasi dan bubble ini tidak bisa berlangsung
terus. Ekspansi kredit yang diperlukan semakin lama semakin besar dan harus
lebih cepat untuk mempertahankan bubble itu sendiri. Akhirnya, ekspansi kredit
tidak lagi bisa memenuhi tuntutan untuk bisa mempertahankan bubble dan bubble
akan mengempis atau pecah. Misalnya untuk real-estate. Mula-mula harga masih
terjangkau. Makin banyak orang ikut berspekulasi menimbulkan permintaan (semu) meningkat
dan akan memicu kenaikan harga. Pelaku ekonomi di sektor real-estate merespons
dengan makin menjamurnya pembangunan perumahan dan apartement.
Tenaga
kerja yang terserap di sektor ini semakin banyak. Harga terus meningkat,
akhirnya harga rumah menjadi tidak terjangkau lagi dan banyak orang tidak mampu
membeli. Dengan kata lain pada harga tersebut penawaran lebih tinggi dari
permintaan. Dengan kata lain: oversupply. Kalau bubble itu terjadi di sektor
industri, tahap ini adalah tahap over kapasitas. Pada saat ini ada dua
alternatif. Yaitu, aktivitas spekulasi ini harus berhenti dan bubble mengepis
karena pasokan rumah /apartemen melebihi permintaan. Atau ekspansi kredit terus
berjalan dengan memberikan kesempatan kredit kepada orang yang tidak mampu. Dan
ini akan membuat bubble semakin membesar tetapi pada hakekatnya suatu saat akan
berhenti bila tidak ada lagi yang bisa/mau mengambil kredit. Artinya bank tidak
mau mengambil resiko untuk memberikan kredit dan konsumen/spekulator tidak
berani mengambil kredit karena resiko gagal dan peluang berinvestasi sangat
beresiko. Nasib dari semua bubble akhirnya akan sama saja. Kata kuncinya adalah
yang disebut spekulasi adalah membangun kapasitas dan supply diluar jangkauan
permintaan. Dengan kata lain: over kapasitas, over supply.
Gagal
bayar banyak terjadi pada akhir dari bubble. Aktifitas spekulasi terhenti, dan
para pelaku ekonomi mulai menyelesaikan hutang-hutangnya, baik dengan cara
membayar atau dengan cara menyatakan bangkrut dan ngemplang hutang (default).
Babak berikutnya secara umum harga barang (terutama barang yang tadinya
dispekulasikan) mulai menurun karena permintaan lebih kecil dari penawaran,
stok melimpah sebagai akibat ulah spekulasi dimasa boom. Karena harga cenderung
menurun, maka orang merespon dengan menahan diri untuk menunda
konsumsinya/pembelian. Pikirannya ialah bahwa nanti harganya toh lebih murah.
Dengan demikian kecenderungan menabung meningkat. Keadaan seperti lingkaran
setan, harga turun memicu orang semakin menunda pembelian; dan penundaan
pembelian semakin membuat harga turum. Persoalan menjadi semakin parah.
Tadi
dikatakan bahwa secara umum harga-harga turun, karena tidak semua barang
harganya turun. Uang, emas (uang sejati), bond yang bagus (bond pemerintah yang
didukung tabungan rakyat yang tinggi misalnya) nilainya naik.
Secara
ringkas proses deflasi yang paling sering terjadi diawali dengan ekspansi
kredit (inflasi), dilatar belakangi dengan banyak unsur spekulasi. Tetapi
spekulasi tidak bisa berlangsung terus dan akhirnya spekulasi berhenti karena
dibangun diluar jangkauan permintaan dan para pelaku ekonomi harus
bersih-bersih, sebagian kapasitas harus dimusnahkan. Hutang harus diselesaikan;
baik dengan dibayar atau dengan pemutihan alias gagal bayar (default), artinya
inflasi berbalik arah menjadi deflasi, kontraksi kredit.
C. Teori Jumlah Peredaran Uang
(Quantity Theory of Money) didapatkan dari persamaan Fisher sebagai berikut:
MV = PT
Ket
:
M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.
M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.
D. Penyebab Deflasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada empat buah
penyebab Deflasi:
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2.
Meningkatnya Persediaan Barang
3.
Menurunnya permintaan akan barang.
4.
Naiknya permintaan akan uang
E.
Dampak
Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan
uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami
Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami
kekacauan.
Dikarenakan harga barang mengalami penurunan,
konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan
harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan
melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi
adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak
sanggup membayar gaji karyawannya (lha barang tidak laku, mau bayar dari
mana?). Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan
jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan
melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan
menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis
yang berjalan.
Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu
negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman
di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat
menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.
F.
Penanggulangan
Cara
mengatasi Deflasi
Deflasi
dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila
seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka
ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan
tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan
sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan
ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan selamanya.
Hal ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik
untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama
tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara
untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah
deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait
harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti
karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak
sedikir. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan
kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif.
Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya,
menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi
deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau
bahkan negative. Belum lagi hal ini akan memicu aksi spekulan luar negeri yang
dapat menjalankan Carry Trade sehingga nilai uang justru menjadi jatuh.
Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan
signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan
semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
Contoh
Deflasi : Dampak menurunnya minyak mentah dunia.
Dalam pengertian ekonomi
klasik, deflasi disebabkan kombinasi dari supply dan demand barang, supply dan
demand uang. Deflasi terjadi ketika supply uang turun dan supply barang naik.
Ketika bank sentral
meningkatkan interest rate (BI Rate), yang terjadi adalah peningkatan tabungan,
deposito, dan giro (karena suku bunga menarik) dan sebaliknya kredit akan turun
(suku bunga kredit menjadi tinggi). Jadi. dengan menaikkan interest rate,
diharapkan uang beredar turun dan terjadi deflasi (counter inflasi).
Deflasi
merupakan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan penurunan harga
barang dan jasa secara umum termasuk sejumlah komoditas dunia. Negara maju saja
sudah mulai mengkhawatirkan kondisi deflasi ini yang ditandai dengan penurunan
harga komoditas," ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Resesi terjadi ketika PDB turun atau ketika
pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama 2 kuartal atau lebih dalam 1
tahun. Adapun deflasi, yang merupakan kebalikan inflasi, terjadi pada saat
harga barang dan jasa secara umum turun dalam periode tertentu. Jika inflasi
memangkas nilai riil mata uang, deflasi justru membuat 'alat tukar itu' lebih
bernilai.
Resesi deflasi, menurut Radityo, akan mengurangi
minat investor untuk menjadikan emas sebagai alternatif investasi karena logam
mulia itu sering dijadikan instrumen untuk lindung nilai (hedging) dari
inflasi.
Deflasi
yang terjadi sepanjang tahun 2008 pada berbagai sektor, khususnya bidang
perdagangan akan dapat mengancam terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)
besar-besaran. Deflasi yang terjadi akan menurunkan produksi suatu perusahaan
karena kurang permintaan dan lemahnya daya beli, sehingga berdampak pada
pengurangan produksi dan juga pengurangan jumlah tenaga kerja.
Deflasi
yang terjadi saat ini sebagai dampak dari pengaruhi krisis keuangan global.
Karena itu, apabila permintaan ekspor maupun impor terus menurun, maka mau
tidak mau pihak perusahaan melakukan langkah efisiensi, misalnya dengan
mengurangi produksi dan tenaga kerja.
Penurunan
harga sejumlah komoditas makanan, akibat musim panen yang didukung kelancaran
distribusi barang, telah mendorong terjadi deflasi pada Maret 2002 minus 0,02
persen. deflasi hanya mungkin terjadi jika harga barang lain tidak berubah
Namun, dia mengingatkan kemungkinan buruk lain bahwa deflasi tidak akan
terjadi. Sebab, siklus musim tahunan menunjukkan permintaan barang dan jasa
umumnya melonjak menjelang Natal
dan Tahun Baru. "Misalnya, harga daging sapi atau ayam biasanya naik pada
Desember," ujarnya. "Jadi, nanti tinggal dilihat barang apa yang
pengaruhnya paling besar terhadap inflasi Desember."
Deflasi,
atau sering disebut disinflasi (disinflation) adalah kecenderungan terjadinya
penurunan harga secara menyeluruh (a decrease in the overall level of prices).
AS pernah mengalami deflasi panjang, tahun 1920-an dan 1930-an, saat
perekonomiannya terjerumus dalam depresi besar (great depression). Dari tahun
1929 hingga 1933, tingkat harga di AS jatuh 25 persen. Inilah deflasi terbesar
dalam sejarah perekonomian AS.
Ada dua teori yang diajukan para
ekonom guna menjelaskan mengapa penurunan harga dapat menekan tingkat
pendapatan yang selanjutnya dapat menyeret ke resesi global, sebagaimana
dikemukakan ekonom Harvard, Gregory Mankiw (Macroeconomics, Worth Publishers, New York, edisi 2003).
Teori pertama, debt-deflation
theory. Dalam teori ini, penurunan harga akan menyebabkan para pengusaha
kesulitan membayar utangnya. Para debitor
mengalami penurunan penerimaan (revenue) dari hasil usahanya yang tak cukup
untuk membayar utang kepada kreditor.
Teori kedua menjelaskan efek
deflasi. Konsekuensi logis dari peristiwa ini, perusahaan-perusahaan akan
cenderung melakukan penghematan, antara lain dengan pemutusan hubungan kerja
karyawannya (lay-off). Selanjutnya, hal ini akan berakibat buruk pada
perekonomian makro yang cenderung mengalami kontraksi.
Secara kronologis, fenomena
deflasi berpotensi menggulirkan (1) peningkatan kredit macet (bad debt), (2)
peningkatan pengangguran, dan akhirnya (3) resesi dunia, bahkan level yang
lebih ditakuti, yakni depresi. Masalahnya kini, apakah hal itu sebenarnya sudah
terjadi (fakta), atau masih sekadar sebagai potensi?
Deflasi, sebenarnya sudah terjadi,
bukan di AS tetapi di Jepang. Selama dasawarsa 1990-an, perekonomian Jepang
menunjukkan tanda-tanda menurun, setelah sebelumnya menikmati pertumbuhan
tinggi. Saat itu, rata-rata pertumbuhan hannya 1,3 persen, dibanding 4,3 persen
20 tahun sebelumnya, sedangkan tingkat pengangguran, yang sepanjang sejarah
Jepang selalu rendah, meningkat dari 2,1 persen (1990) menjadi 4,7 persen
(1999). Sejak Agustus 2001, tingkat pengangguran mencapai lima persen atau tertinggi sejak Pemerintah
Jepang mengenal statistik data ini pada tahun 1953.
Mengapa Jepang yang
perekonomiannya tangguh bisa mengalami downturn? Banyak penyebabnya. Namun,
beberapa kuncinya adalah sebagai berikut.
Pertama, mata uang yen
mengalami apresiasi (yendaka) tajam. Apresiasi yang keterusan menyebabkan biaya
hidup dan biaya produksi di Jepang meningkat pesat. Akibatnya, harga barang dan
jasa Jepang berkurang daya saingnya.
Kedua, akibat yendaka, terjadi
relokasi industri besar-besaran. Banyak perusahaan Jepang memindah lokasi
pabriknya ke Cina dan Asia Tenggara. Pengangguran di Jepang pun meningkat.
Ketiga, tingkat kepercayaan
(confidence level) atas perekonomian merosot yang ditunjukkan dengan harga
saham rendah. Indeks akhir tahun 1990-an hanya separuh dari indeks satu
dasawarsa sebelumnya.
Keempat, harga tanah ikut
merosot. Pada dasawarsa 1980-an, harga tanah meroket tinggi lalu menurun tajam
sejak 1990-an. Seperti kasus harga saham dan tanah, terjadi koreksi. Harga yang
sudah kelewat tinggi, suatu saat akan mengalami koreksi menurun.
Kelima, saham dan tanah
merupakan barang paling sering dipakai sebagai jaminan kredit bank. Karena
harga keduanya jatuh, maka kredit-kredit perbankan banyak mengalami kemacetan.
Terjadilah bad debt atau credit crunch.
Keenam, secara demografis,
penduduk Jepang mengalami stagnasi. Jumlah penduduk mereka stabil di level 124
juta, dan praktis tidak bertambah. Sementara itu, tingkat harapan hidup (life
expectancy at birth) terus meningkat. Dengan struktur demografi yang cenderung
menggelembung di kelompok usia lanjut (jumlah orang tua makin banyak), maka
terjadi beban ketergantungan (dependency) yang kian tinggi. Usia produktif
berkurang, usia lanjut bertambah. Implikasinya, pembayaran pensiun membesar
yang menambah beban fiskal pemerintah.
Menurut The Economist
(15/11/02), perekonomian Jepang kini dalam bahaya deflasi, yang akan
meningkatkan beban utang riil (real debt burdens), di mana utang
perusahaan-perusahaan secara nominal sebenarnya tetap, namun secara riil
meningkat akibat penurunan harga. Selain itu, masih ada lagi persoalan berat
kredit macet di sektor perbankan. Majalah itu juga mencatat, Jerman kini
mempunyai potensi untuk mengalami hal yang sama, dibanding risiko serupa di AS.
Data menunjukkan, selama
periode Januari-September 2002, Jepang mencatat inflasi negatif atau deflasi
-0,7 persen, sedangkan Jerman mencatat inflasi positif 1,3 persen, AS 1,5
persen. Negara-negara pemakai mata uang Euro di Eropa Barat mencatat inflasi
2,2 persen.
BAB
III
P
E N U T U P
Dunia boleh cemas terhadap fenomena deflasi.
Namun, ternyata ada negara yang mempunyai pengalaman manis dengan deflasi.
Tampaknya, dalam perekonomian selalu ada perkecualian (exception). Teori boleh
mengatakan, deflasi bersifat kontraktif.
Kombinasi antara jumlah penduduk yang amat banyak,
pendapatan per kapita yang amat rendah, dan tingkat pengangguran yang masih
tinggi (sekitar tujuh persen), berimplikasi pada upah buruh dan biaya produksi
yang rendah. Akibat selanjutnya, terjadi deflasi secara substansial.
Untuk mengeliminasi deflasi ini sejumlah saran
sudah diberikan. Selain meneruskan kebijakan suku bunga yang teramat rendah
(suku bunga pasar uang tiga bulanan kini hanya 0,02 persen), Jepang juga
disarankan melakukan pemotongan pajak (tax cuts) untuk merangsang konsumen
belanja lebih banyak. Intinya, baik sisi moneter maupun fiskal harus sama-sama
ekspansif, supaya deflasi dapat segera distop.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar