Selasa, 16 April 2013

Makalah PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN


 
“D E F L A S I”



BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan.
Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan.
Sedangkan pembangunan ekonomi ialah usaha meningkatkan pendapatan per kapita dengan jalan mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan teknologi, penambahan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, penambahan kemampuan berorganisasi dan manajemen. Salah satu Pengaruh dari pertumbuhan ekonomi adalah tingkat Deflasi.
DEFLASI. Istilah ini tiba-tiba banyak dibicarakan kalangan ekonomi dunia. Katanya, negara-negara maju dirundung deflasi? Apa implikasinya? Bagaimana konsekuensinya? Bagaimana pula hal ini akan berdampak terhadap perekonomian dunia.
Fenomena deflasi di negara-negara maju membawa kekhawatiran tertentu terhadap kinerja perekonomian dunia. Jepang membuktikan, deflasi menyebabkan kredit macet raksasa di sektor perbankan. deflasi tidak selalu identik dengan cerita seram. Kisah sukses ekonomi Cina saat ini, ternyata berasal dari deflasi. Tekanan jumlah penduduk dan rendahnya pendapatan per kapita, merupakan jalan tol menuju deflasi yang selanjutnya menjadikan ekspor negara itu berkembang pesat.

b. Tujuan.
Adapun tujuan dari pengangkatan judul ini adalah :
1.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Deflasi.
2.   Untuk mengetahui sejarah Deflasi.
3.   Untuk mengetahui Penyebab Deflasi.
4.   Untuk mengetahui penanggulangan Deflasi.











BAB II
PEMBAHASAN
Deflasi adalah suatu periode dimana harga-harga secara umum jatuh dan nilai uang bertambah.Deflasi adalah kebalikan dari inflasi. Bila inflasi terjadi akibat banyaknya jumlah uang yang beredar di masyarakat, maka deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang beredar. Salah satu cara menanggulangi deflasi adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga.
A. Suku Bunga
Ekonomom INDEF Fadhil Hasan menilai, deflasi bulan ini akan membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk kembali menurunkan suku bunga yang akan memicu penguatan rupiah.
Menurut Fadhil, penguatan nilai tukar rupiah tersebut bisa membuat penurunan nilai ekspor Indonesia, karena harga barang yang diekspor jadi lebih mahal jika diukur dengan mata uang asing.
BPS menyebutkan nilai ekspor Indonesia di awal tahun ini mencapai 25,86 miliar dolar atau meningkat sekitar 15 persen jika dibandingkan dengan angka tahun lalu.
Sementara suku bunga Bank Indonesia saat ini tercatat pada posisi 9 persen. Namun, Bank Indonesia diperkirakan akan menjaga nilai tukar rupiah pada kisaran 9 ribuan, angka yang dianggap nyaman bagi Eksportir maupun Importir.
Ekonomi yang dijangkiti penyakit deflasi akan menunjukkan gejala-gejala: harga-harga, gaji dan upah yang menurun. Dalam ekonomi yang mengalami deflasi jangan mengharapkan kenaikan (penyesuaian) gaji. Kalau ada yang disebut penyesuaian gaji maka artinya penurunan gaji. Tentu saja dalam sejarah hidup anda mungkin anda tidak pernah mengalaminya. Apa lagi kalau yang anda lihat hanya Indonesia. Tetapi bisa juga anda tidak mengamatinya dengan cermat.

B. Sejarah Deflasi
Deflasi didahului oleh masa ekspansi kredit yang besar dan masa boom ekonomi. Seperti biasanya, ekspansi kredit di samping untuk peningkatan konsumsi, juga akan berujung di peningkatan aktifitas-aktifitas spekulasi, mal-investement. Akibatnya akan terjadi bubble, penggembungan harga pada objek yang dispekulasikan. Objek yang dispekulasikan yang bisa real-estate, bisa pula saham, atau apa saja. Proses spekulasi dan bubble ini tidak bisa berlangsung terus. Ekspansi kredit yang diperlukan semakin lama semakin besar dan harus lebih cepat untuk mempertahankan bubble itu sendiri. Akhirnya, ekspansi kredit tidak lagi bisa memenuhi tuntutan untuk bisa mempertahankan bubble dan bubble akan mengempis atau pecah. Misalnya untuk real-estate. Mula-mula harga masih terjangkau. Makin banyak orang ikut berspekulasi menimbulkan permintaan (semu) meningkat dan akan memicu kenaikan harga. Pelaku ekonomi di sektor real-estate merespons dengan makin menjamurnya pembangunan perumahan dan apartement.
Tenaga kerja yang terserap di sektor ini semakin banyak. Harga terus meningkat, akhirnya harga rumah menjadi tidak terjangkau lagi dan banyak orang tidak mampu membeli. Dengan kata lain pada harga tersebut penawaran lebih tinggi dari permintaan. Dengan kata lain: oversupply. Kalau bubble itu terjadi di sektor industri, tahap ini adalah tahap over kapasitas. Pada saat ini ada dua alternatif. Yaitu, aktivitas spekulasi ini harus berhenti dan bubble mengepis karena pasokan rumah /apartemen melebihi permintaan. Atau ekspansi kredit terus berjalan dengan memberikan kesempatan kredit kepada orang yang tidak mampu. Dan ini akan membuat bubble semakin membesar tetapi pada hakekatnya suatu saat akan berhenti bila tidak ada lagi yang bisa/mau mengambil kredit. Artinya bank tidak mau mengambil resiko untuk memberikan kredit dan konsumen/spekulator tidak berani mengambil kredit karena resiko gagal dan peluang berinvestasi sangat beresiko. Nasib dari semua bubble akhirnya akan sama saja. Kata kuncinya adalah yang disebut spekulasi adalah membangun kapasitas dan supply diluar jangkauan permintaan. Dengan kata lain: over kapasitas, over supply.
Gagal bayar banyak terjadi pada akhir dari bubble. Aktifitas spekulasi terhenti, dan para pelaku ekonomi mulai menyelesaikan hutang-hutangnya, baik dengan cara membayar atau dengan cara menyatakan bangkrut dan ngemplang hutang (default). Babak berikutnya secara umum harga barang (terutama barang yang tadinya dispekulasikan) mulai menurun karena permintaan lebih kecil dari penawaran, stok melimpah sebagai akibat ulah spekulasi dimasa boom. Karena harga cenderung menurun, maka orang merespon dengan menahan diri untuk menunda konsumsinya/pembelian. Pikirannya ialah bahwa nanti harganya toh lebih murah. Dengan demikian kecenderungan menabung meningkat. Keadaan seperti lingkaran setan, harga turun memicu orang semakin menunda pembelian; dan penundaan pembelian semakin membuat harga turum. Persoalan menjadi semakin parah.
Tadi dikatakan bahwa secara umum harga-harga turun, karena tidak semua barang harganya turun. Uang, emas (uang sejati), bond yang bagus (bond pemerintah yang didukung tabungan rakyat yang tinggi misalnya) nilainya naik.
Secara ringkas proses deflasi yang paling sering terjadi diawali dengan ekspansi kredit (inflasi), dilatar belakangi dengan banyak unsur spekulasi. Tetapi spekulasi tidak bisa berlangsung terus dan akhirnya spekulasi berhenti karena dibangun diluar jangkauan permintaan dan para pelaku ekonomi harus bersih-bersih, sebagian kapasitas harus dimusnahkan. Hutang harus diselesaikan; baik dengan dibayar atau dengan pemutihan alias gagal bayar (default), artinya inflasi berbalik arah menjadi deflasi, kontraksi kredit.
C. Teori Jumlah Peredaran Uang (Quantity Theory of Money) didapatkan dari persamaan Fisher sebagai berikut:
MV = PT
Ket :
M : Money Supply atau Persediaan Uang di masyarakat
V : Velocity atau kecepatan perputaran uang.
P : Average Price Level atau tingkat harga rata-rata.
T : Total Number of transactions atau Jumlah Transaksi.

D. Penyebab Deflasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa ada empat buah penyebab Deflasi:
1. Menurunnya persediaan uang di masyarakat.
2. Meningkatnya Persediaan Barang
3. Menurunnya permintaan akan barang.
4. Naiknya permintaan akan uang

E. Dampak
Deflasi dapat menyebabkan menurunnya persediaan uang di masyarakat dan akan menyebabkan depresi besar (seperti yang dialami Amerika dulu) dan juga akan membuat pasar Investasi (Saham) akan mengalami kekacauan.
Dikarenakan harga barang mengalami penurunan, konsumen memiliki kemampuan untuk menunda belanja mereka lebih lama lagi dengan harapan harga barang akan turun lebih jauh. Akibatnya aktivitas ekonomi akan melambat dan memberikan pengaruh pada spiral deflasi (deflationary spiral).
Dampak susulan dari melesunya kegiatan ekonomi adalah banyak pekerja yang akhirnya mengalami PHK karena pemiliki bisnis tidak sanggup membayar gaji karyawannya (lha barang tidak laku, mau bayar dari mana?). Dengan demikian pendapatan yang diterima masyarakat menjadi sedikit dan jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang.
Dari sisi investasi, deflasi juga mengakibatkan melesunya investasi di sektor riil maupun di lantai bursa. Akibatnya ini akan menambah berat kelesuan ekonomi dikarenakan tidak ada lagi aktivitas bisnis yang berjalan.
Deflasi juga dapat menyebabkan suku bunga disuatu negara menjadi nol persen. Lalu diikuti juga dengan turunnya suku bunga pinjaman di bank. Ini memang merupakan langkah paliatif untuk mencegah masyarakat menyimpan uangnya di bank yang dapat membuat peredaran uang semakin kecil.

F. Penanggulangan
Cara mengatasi Deflasi
Deflasi dapat diibaratkan jatuh sakitnya seseorang karena jarang berolah raga. Apabila seseorang pada dasarnya memiliki kaki normal namun malas menggunakannya, maka ini akan mengakibatkan menyusutnya otot-otot kaki yang jarang digunakan tersebut. Dalam jangka waktu lebih lama orang tersebut akan tidak dapat berjalan sama sekali berhubung otot sudah terlalu lemah untuk digunakan. Apabila keadaan ini justru didiamkan, bukan tidak mungkin akan mengalami kelumpuhan selamanya.
Hal ini parallel dengan deflasi. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah dengan melatih kembali otot-otot yang sudah lama tidak digunakan. Meski memakan waktu lama, hal ini adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kekuatan otot yang melemah. Dengan kata lain untuk mencegah deflasi menjadi krisis ekonomi besar, pemerintah dan semua pihak yang terkait harus bersepakat untuk memulai kembali kegiatan ekonomi yang sempat terhenti karena salah urus tersebut. Tentu saja ini membutuhkan waktu yang tidak sedikir. Lazim dikatakan oleh para analis eknonomi bahwa deflasi merupakan kondisi krisis moneter yang sebenarnya tidak memiliki obat yang efektif. Apabila pada inflasi Bank Sentral dapat menaikkan suku bunga untuk menahannya, menurunkan suku bunga bahkan hingga nol persen bukanlah jalan keluar bagi deflasi. Pasalnya ini akan membuat pemasukan pemerintah menjadi nol juga atau bahkan negative. Belum lagi hal ini akan memicu aksi spekulan luar negeri yang dapat menjalankan Carry Trade sehingga nilai uang justru menjadi jatuh. Akibatnya, biaya impor menjadi terbebani sementara ekspor tidak menunjukkan kenaikan signifikan berhubung melemahnya mata uang disebabkan oleh aksi spekulan semata-mata.
Cara yang paling lazim digunakan adalah memberikan stimulus ekonomi berupa bantuan likuiditas ke sektor bisnis. Dengan demikian diharapkan kegiatan ekonomi kembali berputar. Pemerintah juga dapat memotong pajak dan meningkatkan belanjanya sendiri untuk menggairahkan perekonomian. Dari sisi Bank Sentral, pemerintah juga dapat meningkatkan peredaran uang di masyarakat dengan membeli surat hutang sektor swasta dan menukarkannya dengan uang tunai. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan memotong suku bunga. Namun seperti dijelaskan di atas, memotong suku bunga bukanlah jalan keluar yang sesungguhnya tetapi hanya sekedar pengobatan sementara untuk menggairahkan ekonomi dan mengharapkan harga bergerak naik dengan sendirinya.
Contoh Deflasi : Dampak menurunnya minyak mentah dunia.
Dalam pengertian ekonomi klasik, deflasi disebabkan kombinasi dari supply dan demand barang, supply dan demand uang. Deflasi terjadi ketika supply uang turun dan supply barang naik.
Ketika bank sentral meningkatkan interest rate (BI Rate), yang terjadi adalah peningkatan tabungan, deposito, dan giro (karena suku bunga menarik) dan sebaliknya kredit akan turun (suku bunga kredit menjadi tinggi). Jadi. dengan menaikkan interest rate, diharapkan uang beredar turun dan terjadi deflasi (counter inflasi).
Deflasi merupakan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan penurunan harga barang dan jasa secara umum termasuk sejumlah komoditas dunia. Negara maju saja sudah mulai mengkhawatirkan kondisi deflasi ini yang ditandai dengan penurunan harga komoditas," ujarnya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Resesi terjadi ketika PDB turun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama 2 kuartal atau lebih dalam 1 tahun. Adapun deflasi, yang merupakan kebalikan inflasi, terjadi pada saat harga barang dan jasa secara umum turun dalam periode tertentu. Jika inflasi memangkas nilai riil mata uang, deflasi justru membuat 'alat tukar itu' lebih bernilai.
Resesi deflasi, menurut Radityo, akan mengurangi minat investor untuk menjadikan emas sebagai alternatif investasi karena logam mulia itu sering dijadikan instrumen untuk lindung nilai (hedging) dari inflasi.
Deflasi yang terjadi sepanjang tahun 2008 pada berbagai sektor, khususnya bidang perdagangan akan dapat mengancam terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Deflasi yang terjadi akan menurunkan produksi suatu perusahaan karena kurang permintaan dan lemahnya daya beli, sehingga berdampak pada pengurangan produksi dan juga pengurangan jumlah tenaga kerja.
Deflasi yang terjadi saat ini sebagai dampak dari pengaruhi krisis keuangan global. Karena itu, apabila permintaan ekspor maupun impor terus menurun, maka mau tidak mau pihak perusahaan melakukan langkah efisiensi, misalnya dengan mengurangi produksi dan tenaga kerja.
Penurunan harga sejumlah komoditas makanan, akibat musim panen yang didukung kelancaran distribusi barang, telah mendorong terjadi deflasi pada Maret 2002 minus 0,02 persen. deflasi hanya mungkin terjadi jika harga barang lain tidak berubah Namun, dia mengingatkan kemungkinan buruk lain bahwa deflasi tidak akan terjadi. Sebab, siklus musim tahunan menunjukkan permintaan barang dan jasa umumnya melonjak menjelang Natal dan Tahun Baru. "Misalnya, harga daging sapi atau ayam biasanya naik pada Desember," ujarnya. "Jadi, nanti tinggal dilihat barang apa yang pengaruhnya paling besar terhadap inflasi Desember."
Deflasi, atau sering disebut disinflasi (disinflation) adalah kecenderungan terjadinya penurunan harga secara menyeluruh (a decrease in the overall level of prices). AS pernah mengalami deflasi panjang, tahun 1920-an dan 1930-an, saat perekonomiannya terjerumus dalam depresi besar (great depression). Dari tahun 1929 hingga 1933, tingkat harga di AS jatuh 25 persen. Inilah deflasi terbesar dalam sejarah perekonomian AS.
Ada dua teori yang diajukan para ekonom guna menjelaskan mengapa penurunan harga dapat menekan tingkat pendapatan yang selanjutnya dapat menyeret ke resesi global, sebagaimana dikemukakan ekonom Harvard, Gregory Mankiw (Macroeconomics, Worth Publishers, New York, edisi 2003).
Teori pertama, debt-deflation theory. Dalam teori ini, penurunan harga akan menyebabkan para pengusaha kesulitan membayar utangnya. Para debitor mengalami penurunan penerimaan (revenue) dari hasil usahanya yang tak cukup untuk membayar utang kepada kreditor.
Teori kedua menjelaskan efek deflasi. Konsekuensi logis dari peristiwa ini, perusahaan-perusahaan akan cenderung melakukan penghematan, antara lain dengan pemutusan hubungan kerja karyawannya (lay-off). Selanjutnya, hal ini akan berakibat buruk pada perekonomian makro yang cenderung mengalami kontraksi.
Secara kronologis, fenomena deflasi berpotensi menggulirkan (1) peningkatan kredit macet (bad debt), (2) peningkatan pengangguran, dan akhirnya (3) resesi dunia, bahkan level yang lebih ditakuti, yakni depresi. Masalahnya kini, apakah hal itu sebenarnya sudah terjadi (fakta), atau masih sekadar sebagai potensi?
Deflasi, sebenarnya sudah terjadi, bukan di AS tetapi di Jepang. Selama dasawarsa 1990-an, perekonomian Jepang menunjukkan tanda-tanda menurun, setelah sebelumnya menikmati pertumbuhan tinggi. Saat itu, rata-rata pertumbuhan hannya 1,3 persen, dibanding 4,3 persen 20 tahun sebelumnya, sedangkan tingkat pengangguran, yang sepanjang sejarah Jepang selalu rendah, meningkat dari 2,1 persen (1990) menjadi 4,7 persen (1999). Sejak Agustus 2001, tingkat pengangguran mencapai lima persen atau tertinggi sejak Pemerintah Jepang mengenal statistik data ini pada tahun 1953.
Mengapa Jepang yang perekonomiannya tangguh bisa mengalami downturn? Banyak penyebabnya. Namun, beberapa kuncinya adalah sebagai berikut.
Pertama, mata uang yen mengalami apresiasi (yendaka) tajam. Apresiasi yang keterusan menyebabkan biaya hidup dan biaya produksi di Jepang meningkat pesat. Akibatnya, harga barang dan jasa Jepang berkurang daya saingnya.
Kedua, akibat yendaka, terjadi relokasi industri besar-besaran. Banyak perusahaan Jepang memindah lokasi pabriknya ke Cina dan Asia Tenggara. Pengangguran di Jepang pun meningkat.
Ketiga, tingkat kepercayaan (confidence level) atas perekonomian merosot yang ditunjukkan dengan harga saham rendah. Indeks akhir tahun 1990-an hanya separuh dari indeks satu dasawarsa sebelumnya.
Keempat, harga tanah ikut merosot. Pada dasawarsa 1980-an, harga tanah meroket tinggi lalu menurun tajam sejak 1990-an. Seperti kasus harga saham dan tanah, terjadi koreksi. Harga yang sudah kelewat tinggi, suatu saat akan mengalami koreksi menurun.
Kelima, saham dan tanah merupakan barang paling sering dipakai sebagai jaminan kredit bank. Karena harga keduanya jatuh, maka kredit-kredit perbankan banyak mengalami kemacetan. Terjadilah bad debt atau credit crunch.
Keenam, secara demografis, penduduk Jepang mengalami stagnasi. Jumlah penduduk mereka stabil di level 124 juta, dan praktis tidak bertambah. Sementara itu, tingkat harapan hidup (life expectancy at birth) terus meningkat. Dengan struktur demografi yang cenderung menggelembung di kelompok usia lanjut (jumlah orang tua makin banyak), maka terjadi beban ketergantungan (dependency) yang kian tinggi. Usia produktif berkurang, usia lanjut bertambah. Implikasinya, pembayaran pensiun membesar yang menambah beban fiskal pemerintah.
Menurut The Economist (15/11/02), perekonomian Jepang kini dalam bahaya deflasi, yang akan meningkatkan beban utang riil (real debt burdens), di mana utang perusahaan-perusahaan secara nominal sebenarnya tetap, namun secara riil meningkat akibat penurunan harga. Selain itu, masih ada lagi persoalan berat kredit macet di sektor perbankan. Majalah itu juga mencatat, Jerman kini mempunyai potensi untuk mengalami hal yang sama, dibanding risiko serupa di AS.
Data menunjukkan, selama periode Januari-September 2002, Jepang mencatat inflasi negatif atau deflasi -0,7 persen, sedangkan Jerman mencatat inflasi positif 1,3 persen, AS 1,5 persen. Negara-negara pemakai mata uang Euro di Eropa Barat mencatat inflasi 2,2 persen.













BAB III
P E N U T U P
Dunia boleh cemas terhadap fenomena deflasi. Namun, ternyata ada negara yang mempunyai pengalaman manis dengan deflasi. Tampaknya, dalam perekonomian selalu ada perkecualian (exception). Teori boleh mengatakan, deflasi bersifat kontraktif.
Kombinasi antara jumlah penduduk yang amat banyak, pendapatan per kapita yang amat rendah, dan tingkat pengangguran yang masih tinggi (sekitar tujuh persen), berimplikasi pada upah buruh dan biaya produksi yang rendah. Akibat selanjutnya, terjadi deflasi secara substansial.
Untuk mengeliminasi deflasi ini sejumlah saran sudah diberikan. Selain meneruskan kebijakan suku bunga yang teramat rendah (suku bunga pasar uang tiga bulanan kini hanya 0,02 persen), Jepang juga disarankan melakukan pemotongan pajak (tax cuts) untuk merangsang konsumen belanja lebih banyak. Intinya, baik sisi moneter maupun fiskal harus sama-sama ekspansif, supaya deflasi dapat segera distop.






DAFTAR PUSTAKA
Read more >>
SELAMAT DATANG DAN TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG Topiqtrend SEMOGA SUKSES SELALU