Rabu, 26 September 2012

... TIPS MUDAH BERTEMU JODOH ...


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...
 Jangan berputus asa dan bersabarlah dalam menjemput jodoh yang telah ditetapkan Allah. Allah memberikan pilihan dalam memberikan jodoh untuk anda.

     Jodoh sudah ditakdirkan Allah, jodoh anda tidak akan kemana-mana dan akan datang jika waktunya tiba. Tugas anda hanyalah berusaha & berdoa untuk segera menjemput jodoh anda.
Pertama, cepat mendapatkan jodoh.
Kedua, lambat mendapatkan jodoh. Ketiga, menunda mendapatkan jodoh sampai bertemu jodohnya diakhirat kelak.

Apapun pilihannya jodoh yang ditentukan Allah, itulah yang terbaik bagi anda. Lantas bagaimana cara mudah bertemu jodoh?

Cara cepat bertemu jodoh adalah Perbaikilah diri dan tingkatkan ketaqwaan anda kepada Allah.Terkadang tanpa kita sadari, kita mendikte Allah tentang jodoh kita. Ketika datang seseorang yang mendekati kita untuk membangun hubungan yang serius mewujudkan keluarga sakinah, kita terburu-buru menolaknya, kerana tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Cobalah, bila memang ada yang hendak serius tidak serta merta untuk ditolak namun dipertimbangkan terlebih dahulu sekaligus berdoa memohon petunjuk Allah, bisa jadi orang itu yang memang yang dikirim Allah untuk jodoh anda. Berprasangka baiklah pada Allah dan berprasangka baiklah kepada siapapun yang memang hendak berta'aruf dengan anda. Bisa jadi seseorang yang kita anggap buruk, dia adalah baik untuk kita dan yang kita anggap baik, dia adalah orang yang buruk untuk kita. Maka mohonlah yang terbaik menurut Allah maka terbaik pula untuk kita.

Wallahua’lam bish Shawwab ....
 
Sumber : Fb Strawberry
Read more >>

Senin, 24 September 2012

Kiat Agar Do'a Mudah Dikabulkan



(1) Ikhlaslah dalam berdo’a.

Syarat ini adalah syarat utama dan yang terpenting. Inilah modal utama sebuah do’a diijabahi. Allah Ta’ala berfirman,

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al Mu’min: 14)

Yang dimaksud dengan ikhlas dalam do’a adalah memurnikan do’a dan amalan dari segala kotoran, menujukan seluruh amalan tersebut hanya pada Allah, dan tidak menjadikan sekutu bagi-Nya, tidak riya’, tidak sum’ah.[1]

(2) Ikutilah tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdo’a dan tidak boleh membuat perkara yang tidak ada dasarnya dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

Yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam do’a adalah memulai do’a dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengangkat tangan ketika berdo’a, menghadap kiblat, berdo’a dalam keadaan suci atau berwudhu jika itu mudah, bertawassul kepada Allah (dengan nama dan sifat-Nya, dengan kebaikan yang pernah diperbuat, dengan do’a orang sholeh yang hidup dan ada di tempat), mengulangi yang diminta sebanyak tiga kali, dan lain-lain.

(3) Yakinlah akan diijabahinya do’a dan menghadirkan hati ketika berdo’a.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.”[2]

(4) Benar-benarlah mantap dalam mengharap.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا دَعَا أَحَدُكُمْ فَلْيَعْزِمْ فِى الدُّعَاءِ وَلاَ يَقُلِ اللَّهُمَّ إِنْ شِئْتَ فَأَعْطِنِى فَإِنَّ اللَّهَ لاَ مُسْتَكْرِهَ لَهُ

“Jika salah seorang dari kalian berdoa hendaklah benar-benar mantap dalam mengharap, dan janganlah mengatakan: 'Allahumma in syi'ta fa-a'thini (Ya Allah jika Engkau menghendaki maka berikanlah untukku), karena sesungguhnya Allah 'azza wajalla tidak dalam tekanan."[3]

(5) Pilihlah waktu terbaik agar mudah terijabahinya do’a.

Di antara waktu terbaik untuk berdo’a agar mudah diijabahi adalah antara adzan dan iqomah, saat sujud, di sepertiga malam terakhir, di akhir shalat, dan di saat hujan turun.
 
Sumber : Facebook. Strawberry
Read more >>

Rabu, 19 September 2012

TIPS SHALAT KHUSYU ..

♥ Bismillaahir Rahmaanir Rahiim ♥ Untuk dapat mencapai shalat khusyu’ yang dapat memberikan pengaruh dan manfaat yang sangat banyak kepada pelakunya bukanlah shalat yang dilakukan dengan sambilan, asal-asalan, seadanya, sekedarnya atau biasa-biasa saja. Shalat khusyu’ itu hanya dapat diperoleh jika dikerjakan dengan penuh persiapan, ketenangan, kesungguhan, kesabaran dan keyakinan. Dengan kata lain shalat itu harus "di-manage" atau dikelola dengan baik dan benar. Manajemen shalat beraarti bagaimana kita dapat memperoleh shalat yang khusyu’ dan nikmat dengan berpegang teguh kepada bimbingan Al-Qur’an dan tuntunan sunnah Rasulullah. Shalat khusyu’ itu mudah dengan syarat mengetahui modal dan langkah-langkahnya berikutnya mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh. Modal mencapai shalat khusyu antara lain: - Jadikan shalat sebagai kebutuhan bukan sekedar menggugurkan kewajiban. - Ubahlah malas belajar menjadi mau belajar, pelajari dan fahami kembali ilmu shalat. - Ubahlah shalat sebagai sambilan menjadi ada waktu khusus untuk shalat. - Ubahlah kemalasan menjadi kesungguhan untuk melaksanakan shalat dengan khusyu’. - Ubahlah kebiasaan bermaksiat menjadi kemauan untuk bertaubat Tahapan mencapai shalat khusyu’ ... 1. Khusyu' Persiapan .. a. Ketika mendengar adzan, tanamkan selalu dalam hati dan pikiran bahwa kita butuh Allah dan ingin berterimakasih kepada-Nya. b. Segera siapkan diri, hati, pikiran dan waktu untuk mengerjakan shalat c. Mulailah mengerjakan wudhu’ dengan sempurna dan dengan penuh ketenangan serta kekhusyu’an. d. Persiapkan diri menuju shalat dengan tenang. Gunakan pakaian yang bersih demikian pula tempat shalat harus bersih dan suci, serta hindarkan hal-hal yang dapat mengganggu ketenangan dan kekhsyu’an shalat sperti: non-aktifkan handy, padamkan telvisi, radio dll. e. Khusus bagi laki-laki, kerjakan shalat di masjid atau mushalla. 2. Khusyu’ Gerakan ... a. Mulailah berdiri tegak menghadap kiblat kemudian siapkan hati dan pikiran untuk menghadap Allah kemudiaan berniatlah di dalam hati. b. Melakukan semua gerakan shalat dengan sempurna persis seperti yang dicontohkan Rasulullah. c. Melakukan semua gerakan dengan tenang dan sempurna d. Pandangan mata tertuju pada tempat sujud (tidak melirik atau menoleh) e. Tidak ada gerakan tambahan lain seperti mengaruk dll kecuali diperlukan. 3. Khusyu’ Bacaan .. a. Bacalah bacaan shalat dengan benar, jelas, tartil (perlahan-lahan dan tidak terburu-buru) b. Terdapat jeda di antara kalimat (do’a atau ayat-ayat Al-Qur’an) c. Bacaan lirih (berbisik) dan merendahkan suara, artinya hanya terdengar oleh telinga sndiri d. Tidak ada ucapan atau perkataan lain, selain bacaan shalat, seperti menjawab salam, bergumam, dll. 4. Khusyu’ Pikiran .. a. Setiap mulut membaca bacaan shalat maka hati dan pikiran ikut membacanya. b. Pikiran dan perhatian terpusat pada bacaan dan gerakan shalat. c. Berusaha memahami makna bacaan d. Tidak larut dalam pikiran selain mengingat Allah, gerakan dan bacaan shalat. 5. Khusyu’ Perasaan .. a. Hayati dan resapi setiap bacaan shalat mulai dari takbir sampai salam b. Perbanyaklah membaca tasbih pada waktu ruku’ dan sujud serta perbanyaklah doa pada waktu sujud dan sebelum shalam. Rasakan seolah-olah sedang berhadapan dan berkomuniksi dengan Allah. c. Berusahalah mengamalkan nilai-nilai shalat (syarat, bacaan dan gerakannya) dalam kehidupan sehari-hari. (Disarikan dari buku saku "Shalat khusyu itu mudah" karya Ustadz Ansufri Idrus Sambo) ~ o ~ Salam Terkasih .. Dari Sahabat Untuk Sahabat ... Sumber : Fb. Sudah Tahukah Anda?
Read more >>

Jumat, 14 September 2012

Perbedaan Itu Rahmat

Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Ikhtilafuhum rohmah”, perbedaan ulama (dalam masalah fiqih) adalah rahmat. Beliau mengatakan hal ini dalam kitab beliau Lum’atul I’tiqod. Perkataan beliau di atas boleh jadi benar dari satu sisi, dan keliru ditinjau dari sisi yang lain. Perbedaan itu rahmat bisa jadi benar jika ditinjau dari sisi usaha keras para ulama dalam berijtihad sehingga muncullah berbagai macam pendapat yang ada. Dari sisi ini kita dapat katakan bahwa perbedaan pendapat kala itu adalah rahmat. Jadi tinjauan yang benar ini dilihat dari sisi usaha keras para ulama yang melakukan ijtihad. Namun jika yang dimaksud perbedaan adalah rahmat ditinjau dari sisi umat yang mengikuti berbagai macam pendapat, bisa jadi keliru. Ada yang ikut pendapat ulama A, Syaikh B, kyai C, dst, padahal ada di antara pendapat-pendapat tersebut yang jelas bertentangan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sisi inilah dapat kita katakan tidak tepatnya mengatakan bahwa perbedaan itu rahmat. Tinjauannya adalah dari sisi umat yang ikut berbagai ragam pendapat. Karena beragam pendapat di tengah umat seperti itu membuat umat terpecah belah. Maka jelas perbeadaan saat itu bukanlah rahmat. Jadi perkataan perbedaan itu rahmat dapat ditafsirkan benar dan keliru. Bisa saja perkataan tersebut disalah tafsirkan dan bisa jadi pemahamannya benar. Yang benar adalah bersatu itu tentu saja lebih baik daripada mesti berbeda. Tetapi kita tidak bisa lepas dari perbedaan yang sudah jadi sunnatullah. Tinggal tugas kita mengikuti manakah yang sesuai ajaran Islam atau ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang jauh dari ajaran beliau, tentu kita tinggalkan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ “Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud no. 4607, At Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37) Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan, أَجْمَعَ المُسْلِمُوْنَ عَلَى أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَتْ لَهُ سُنَّةُ رَسُوْلِ اللهِ : لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.” (I’lamul Muwaqi’in, 2/282). Wallahu waliyyut taufiq. Reference: Syarh Lum’atul I’tiqod (Ibnu Qudamah Al Maqdisi), Syaikh Sholeh bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Syaikh (Menteri Agama Saudi Arabia), terbitan Darul Kautsar, 2008. Sumber : rumaysho.com
Read more >>

Saat Nabi Hampir Wafat

Terdapat sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan RasulNya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Ketika it ulah, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah: “Wahai umatku, kita semua berada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya. Maka taati dan bertakwalah kepadaNya. Ku wariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-samaku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah saw. yang tenang dan penuh minat menatap sahabat-sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap baginda dengan mata yang berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah saw. akan meninggalkan kita semua,”keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah saw. yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah saw. masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tetapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian dia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah saw. menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah saw.. Fatimah menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri Rasulullah lalu Baginda menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Ku haramkan syurga bagi sesiapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril. Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat penghantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku”. Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai dirinya sebagaimana Baginda mencintai kita? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Semoga kita hargai segala pengorbanan Rasulullah SAW. Sumber: iluvislam.com/
Read more >>

Sabtu, 01 September 2012

Empat Pangkal Kebahagian Hidup

Pada suatu hari, para sahabat sedang duduk bersama Nabi SAW. Tiba-tiba terdengar seperti bunyi lebah di sekitar wajah Nabi. Lalu Nabi menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa, “Ya Allah, tambahkan kami dan jangan Engkau kurangkan. Muliakan, jangan Engkau hinakan. Berikan, jangan Engkau halangi. Prioritaskan, jangan Engkau abaikan.” Para sahabat pun bertanya-tanya, apa gerangan yang telah menimpa Nabi SAW? Rasulullah SAW menjelaskan bahwa baru saja turun wahyu kepada beliau. “Siapa bisa menegakkannya, ia bakal masuk surga.” Lalu beliau membaca ayat, “Qad aflaha al-Mu`minun” sampai ayat ke-11 surah al-Mu'minun. (HR Tirmizi dan Ahmad dari Umar bin Khattab). Dalam kisah ini, terlihat dengan jelas bahwa para sahabat sangat antusius menyimak dan mendengarkan wahyu Allah. Mereka siap siaga menerima perintah. Keadaan mereka, demikian komentar Sayyid Quthb, mirip prajurit yang setiap saat siap siaga menerima perintah sang komandan. Menurut Nabi SAW, ayat-ayat dari surah al-Mu`minun itu merupakan kunci atau jalan keberuntungan (thariq al-falah). Dalam 11 ayat tersebut terkandung setidak-tidaknya empat prinsip nilai yang menjadi pangkal kebahagiaan. Pertama, prinsip iman (akidah). Keberuntungan diberikan Allah SWT hanya kepada orang-orang yang beriman. Namun, iman di sini, seperti dikemukakan Sayyid Quthb, bukan hanya kata-kata (kalimatun tuqal), melainkan kebenaran (haqiqah) yang memiliki tugas-tugas (dzatu takalif). Komitmen yang kuat kepada kebenaran disertai tindakan nyata, inilah iman yang sebenarnya. Kedua, prinsip ibadah dan amal saleh yang ditunjukkan melalui ibadah shalat dan zakat. Shalat dan zakat merupakan bentuk taklif dari iman. Shalat bersifat vertikal dan memperkuat hubungan dengan Allah. Zakat berdimensi sosial dan memperkuat hubungan dengan sesama manusia. Dalam konteks ini, shalat menjadi pembuka semua ibadah (ayat ke-2) dan menjadi penutupnya sekaligus (ayat ke-9). Ketiga, prinsip moral dan akhlak karimah yang ditunjukkan dengan sikap tepat janji, memelihara kehormatan diri, dan menjaga amanah. Dalam Islam, moral (akhlak) menjadi bagian integral dari iman. Rasul bersabda, “Manusia yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling mulia akhlaknya (ahsanuhum khuluqan).” (HR Tirmizi). Keempat, prinsip disiplin dalam bekerja, sehingga produktif dan kompetitif. Orang yang beruntung adalah orang yang mampu menghindarkan diri dari kesia-siaan (al-laghwu). Menurut pakar tafsir Zamachsyari, lagha berarti sesuatu yang tak bernilai (ma la ya`ni-ka) atau yang tak masuk hitungan (ma la yu`taddu bih) baik berupa kata (laghw al-kalam) atau perbuatan (laghw al-`amal). Disiplin kerja dilakukan dengan memanfaatkan seluruh waktu untuk kebaikan dan amal saleh. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu, tetapi mengelolanya (time management), bahkan menguasai (time mastery) dengan sebaik-baiknya. Inilah jalan keberuntungan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. “Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Mu`minun [23]: 10-11). Wallahu a`lam. sumber Fb : Islam Agamaku
Read more >>

"Berusaha untuk Ikhas"

Allah akan senantiasa menolong kaum muslimin karena keikhlasan sebagian orang dari umat ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ “Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.”[1] Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah tentang ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.” Perintah untuk Ikhlas Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى “Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”[2] Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5) Allah pun mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati hamba. Allah Ta’ala berfirman, قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ “Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”." (QS. Ali Imran: 29) Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’ –yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam firman-Nya, لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ “Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ “Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.”[3] An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.”[4] Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.”[5] Pengertian Ikhlas Menurut Para Ulama Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.[6] Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.” Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.” Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia. Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya'. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin. Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas: Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat. Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia). Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.” Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari perkataan ulama di atas. Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah. Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal. Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi. Mengharap balasan dari amalannya di akhirat. Nantikan pembahasan selanjutnya mengenai tanda-tanda ikhlas. Semoga Allah memudahkan dalam setiap urusan. Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal Artikel rumaysho.com [1] HR. An Nasa-i no. 3178. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. [2] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Khattab. [3] HR. Muslim no. 2985, dari Abu Hurairah. [4] Syarh Muslim, An Nawawi, 9/370, Mawqi’ Al Islam. [5] HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. [6] Kami ambil perkataan-perkataan ulama tersebut dari kitab At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H. Sumber Fb : Apple
Read more >>

DIBALIK DOA, IKHLAS ITU INDAH

Keikhlasan itu indah, hati seseorang Muslim akan lapang, terasa terbang, tidak ada beban penilaian-penilaian, dan pengakuan-pengakuan, dan kesibukan membenarkan segala macam topeng, baik topeng batman dan satria baja hitam, karena ikhlas kita karena Allah SWT yang membuat kehidupan dan segala sarananya itu terjadi, dan Dia yang maha kuasa atas segala sesuatu-Nya. Aktivitas apapun tanpa Basmallah, tanpa niatan karena Allah, tanpa cara yang di Syariatkan dalam Islam akan sia-sia. Doa yang tidak menyandarkan hati atas kebesaran Allah untuk kebaikan takdir kita adalah doa yang cemplang, merasa ia berdoa tidak terkabul atas kesimpulan sendiri, kemudian hati pertama demi memaksakan keinginan duniawi, bukannya keyakinan atas kebaikan doa yang kita panjatkan kepada yang maha baik, maka yang ada kepala pusing dan terhentinya aktivitas ibadah. Ikhlas itu indah, bagi mereka yang banyak merenungi aktifitas ibadah, dan jalannya kehidupan di mana segala sesuatunya di bawah kekuasaan Allah, dalam kehidupan belajarlah mengenali di sana ada kebaikan dan keburukan, bagi yang mengambil pelajaran maka ia akan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah dan hidup di dalam naungan Al Islam, agama yang diamanahkan bagi manusia agar selamat di dunia dan demi tujuan akhirat abadi nan kekal. Sumber FB : Apple
Read more >>
SELAMAT DATANG DAN TERIMA KASIH TELAH MENGUNJUNGI BLOG Topiqtrend SEMOGA SUKSES SELALU